Inilah kisah ironi yang masih sering terjadi di negara kita tercinta, Indonesia. Dimana hukum masih saja berpihak pada yang memiliki kekuasaan. Hukum yang seharusnya dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakatnya, justru menjadikan masyarakat terutama wanita dan anak-anak sebagai “korban” dari para penguasa.
Salah satu wanita Indonesia yang sedang merasakan sebagai “korban” dari ketidak adilan hukum adalah Prita Mulyasari. Ibu muda ini harus terpisah dari kedua buah hatinya selama 3 minggu lebih, karena ia harus mendekam di penjara atas kasus yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Kedua buah hatinya yang masih balita hanya dapat menangis melihat kepergian ibunda tercintanya ke Lapas Wanita Tangerang. Terlihat ironis memang, disaat negara kita sudah menjadi negara demokratis dan menerapkan kebebasan dalam memberikan pendapat, masih ada saja beberapa instansi yang tidak menghargai pendapat dari orang lain.
Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni Internasional merupakan salah satu dari sekian banyak kasus yang melibatkan wanita dan instansi. Sebelumnya masih kita ingat bagaimana seorang nenek tua di Purwokerto yang harus menghadapi ancaman pidana selama 1 bulan hanya karena memetik 3 buah kakao milik PT. Rumpun Sari Antan 4. Kasus kedua wanita diatas menjadi bukti bahwa wanita di Indonesia belum mendapat keadilan yang selayaknya. Dalam kasus Prita sendiri, perkara perdata dimenangkan oleh RS Omni Internasional dan mengharuskan Prita Mulyasari membayar ganti rugi materiil Rp 161 juta serta kerugian imateriil Rp 100 juta hanya karena tulisannya di sebuah komunitas online. Bisa dibayangkan bagaimana mungkin seorang ibu rumah tangga yang berasal dari keluarga sederhana ini dapat membayar ganti rugi sebesar itu. Inilah yang menjadi pertanyaan besar kita, ada apa sebenarnya dengan hukum di Indonesia ? mengapa instansi-instansi yang memiliki kekuasaan dengan mudahnya mendapat keadilan di mata hukum. Sementara masyarakat biasa terutama wanita sangat sulit mendapat keadilan di mata hukum.
Mengapa Masyarakat Bersimpati Pada Kasus Prita ?
Saat kasus Prita Mulyasari bergulir di media, masyarakat secara spontan dan massal menunjukkan simpatinya terhadap Prita. Mengapa demikian ? padahal jika kita lihat saat ini media sudah sangat adil dan objektif memberitakan semua kasus yang terjadi di masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat bersimpati pada kasus Prita yaitu, pertama, Prita Mulyasari adalah perempuan dan seorang ibu, masyarakat biasanya lebih bersimpati apabila kasus yang terjadi melibatkan seorang perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan biasanya di identikan dengan kepasrahan dan pihak yang lemah. Kedua, Prita Mulyasari merupakan anggota dari sebuah komunitas online. Komunitas di dunia maya biasanya lebih solidaritas dan cepat tanggap terhadap kasus yang menimpa salah satu anggotanya. Aksi solidaritas itu pun cepat menyebar ke masyarakat lain yang berhubungan dengan dunia maya.
Aksi solidaritas masyarakat terhadap kasus Prita menunjukkan bahwa masyarakat sanggup menjadi penggerak untuk melawan ketidakadilan yang masih terjadi di negara kita. Akan tetapi yang harus kita ingat adalah masyarakat harus membangun solidaritas terhadap sesama dalam semua kasus. Bukan hanya karena kasus itu melibatkan perempuan atau melibatkan anak-anak. Karena pada hakikatnya semua masyarakat di Indonesia tidak memandang kedudukan, jabatan, gender atau status sosialnya berhak mendapat keadilan yang sama di mata hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar