Kamis, 17 Februari 2011

BIDAN LORINA SIMAMORA MENGABDI PADA PROFESI DEMI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Bidan Lorina Simamora atau yang lebih dikenal dengan nama Bidan Damanik merupakan Ketua IBI ranting Makasar selamad ua periode (2003-2009). Bidan yang telah memulai prakteknya sejak tahun 1976 ini memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan profesi bidan di masa yang akan datang.
Bidan yang memiliki dua orang putra dan dua orang putri ini, terlihat sangat ramah dan bersahabat. Saat BIDAN menemuinya di sela-sela kesibukannya, Bu Damanik dengan senang hati membagikan pengalaman mengenai profesi kebidanannya serta perjuangannya membangun klinik bersalinnya.
Latar Belakang Ingin Menjadi Bidan ?
Menjadi bidan merupakan cita-cita saya sejak dulu. Oleh karena itu, sejak lulus SMP, saya kemudian memasuki pendidikan D1 Kebidanan di RS. Boedi Kemuliaan, Jakarta. Kemudian lulus bidan pada tahun 1975. Lalu tiga tahun kemudian saya memulai praktek bidan saya di daerah Makassar, Jakarta Timur.
Bagaimana Melihat Profesi Bidan Saat Ini ?
Saat ini memang profesi bidan sedang mengalami penurunan. Karena seiring dengan perkembangan jaman dan pendidikan, masyarakat lebih memilih menggunakan jasa Dokter di bandingkan Bidan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, gengsi, masyarakat di kawasan perkotaan lebih memiliki gengsi yang tinggi di bandingkan masyarakat di daerah pedesaan. Mereka merasa dengan menggunakan jasa Dokter dalam persalinan mereka akan meningkatkan gengsi mereka. Kedua, lokasi, masyarakat perkotaan yang sudah tinggal di kawasan lebih elite biasanya cenderung untuk pergi ke Rumah Sakit terkemuka yang terlihat lebih bonafit dengan berbagai fasilitasnya yang sangat memadai. Hal ini menyebabkan fungsi bidan semakin tergeserkan karena biasanya di rumah sakit jarang sekali memiliki bidan. Ketiga, lingkungan, lingkungan sekitar biasanya mempengaruhi keputusan masyarakat untuk memutuskan menggunakan jasa bidan atau dokter. Selain itu, klinik untuk tempat para lulusan bidan melakukan pelatihan pada saat ini lebih sedikit bila di bandingkan dengan dulu. Hal inilah yang menyebabkan lulusan bidan saat ini kurang berpengalaman bila dibandingkan dengan lulusan dulu.
Bagaimana Melihat Prospek Bidan Di Masa Depan ?
Menurut saya, apabila profesi bidan ingin lebih maju dari sekarang akademi akademi pendidikan bidan sebaiknya bekerjasama dengan rumah sakit. Hal ini dimaksudkan agar lulusan baru dapat langsung berlatih dan mendapat pengalaman. Karena apabila tidak demikian, bidan hanya akan dianggap sebagai asisten seorang dokter.
Harapan Untuk Bidan Di Masa Depan
Saya hanya berharap agar akademi kebidanan yang ada sekarang meningkatkan kualitas pendidikannya sehingga mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat bersaing dengan tenaga kesehatan yang lainnya.
Mengenai Klinik
Rumah Bersalin yang saya miliki merupakan hasil kerja keras dan pengabdian saya terhadap profesi ini. Pada awal saya hanya membuka praktek di rumah dan meolong persalinan dari rumah ke rumah pada tahun 1978 hanya dengan bantuan Petromax. Hal itu terjadi karena pada saat itu belum ada listrik di lingkungan saya. Lama kelamaan semua hasil keringat itu saya kumpulkan hingga saya mampu sedikit demi sedikit membangun klinik bersalin hingga sebesar ini. Motivasi saya ingin membangun klinik ini adalah untuk memudahkan masyarakat sekitar lingkungan saya mendapat pelayanan kesehatan dan bantuan persalinan. Selain itu saya ingin meningkatkan kesejahteraan keluarga Indonesia.

Kontribusi Yang Telah Diberikan Klinik
Saya sangat bersyukur sekali, karena selama 31 tahun pengabdian saya sebagai bidan, klinik yang saya dirikan telah memberikan kontribusi yang cukup banyak bagi lingkungan sekitar. Pertama, saya telah menjadi tenaga kesehatan tetap selama bertahun-tahun di lingkungan kelurahan. Kedua, pada tanggal 27 setiap bulannya, klinik saya pasti membantu kegiatan posyandu di puskesmas kelurahan. Ketiga, klinik saya juga memberikan program bantuan persalinan untuk masyarakat yang kurang mampu. Dengan kontribusi yang telah diberikan klinik saya diharapkan masyarakat sekitar mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.

Bagi bidan Damanik, melayani masyarakat merupakan suatu kewajiban yang sangat besar. Menjadikan setiap keluarga sejahtera merupakan impian serta tantangan terbesar dari bidan berusia 56 tahun ini. Semoga dengan bantuan dari segala pihak, bidan Damanik dapat mewujudkan impiannya tersebut, karena tanpa kerja sama sangatlah sulit untuk mencapai keberhasilan itu.







"Tulisan saya pada Majalah Bidan Edisi Januari 2010"

KETIKA KEADILAN DI KALAHKAN OLEH KEKUASAAN

Inilah kisah ironi yang masih sering terjadi di negara kita tercinta, Indonesia. Dimana hukum masih saja berpihak pada yang memiliki kekuasaan. Hukum yang seharusnya dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakatnya, justru menjadikan masyarakat terutama wanita dan anak-anak sebagai “korban” dari para penguasa.
Salah satu wanita Indonesia yang sedang merasakan sebagai “korban” dari ketidak adilan hukum adalah Prita Mulyasari. Ibu muda ini harus terpisah dari kedua buah hatinya selama 3 minggu lebih, karena ia harus mendekam di penjara atas kasus yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Kedua buah hatinya yang masih balita hanya dapat menangis melihat kepergian ibunda tercintanya ke Lapas Wanita Tangerang. Terlihat ironis memang, disaat negara kita sudah menjadi negara demokratis dan menerapkan kebebasan dalam memberikan pendapat, masih ada saja beberapa instansi yang tidak menghargai pendapat dari orang lain.
Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni Internasional merupakan salah satu dari sekian banyak kasus yang melibatkan wanita dan instansi. Sebelumnya masih kita ingat bagaimana seorang nenek tua di Purwokerto yang harus menghadapi ancaman pidana selama 1 bulan hanya karena memetik 3 buah kakao milik PT. Rumpun Sari Antan 4. Kasus kedua wanita diatas menjadi bukti bahwa wanita di Indonesia belum mendapat keadilan yang selayaknya. Dalam kasus Prita sendiri, perkara perdata dimenangkan oleh RS Omni Internasional dan mengharuskan Prita Mulyasari membayar ganti rugi materiil Rp 161 juta serta kerugian imateriil Rp 100 juta hanya karena tulisannya di sebuah komunitas online. Bisa dibayangkan bagaimana mungkin seorang ibu rumah tangga yang berasal dari keluarga sederhana ini dapat membayar ganti rugi sebesar itu. Inilah yang menjadi pertanyaan besar kita, ada apa sebenarnya dengan hukum di Indonesia ? mengapa instansi-instansi yang memiliki kekuasaan dengan mudahnya mendapat keadilan di mata hukum. Sementara masyarakat biasa terutama wanita sangat sulit mendapat keadilan di mata hukum.
Mengapa Masyarakat Bersimpati Pada Kasus Prita ?
Saat kasus Prita Mulyasari bergulir di media, masyarakat secara spontan dan massal menunjukkan simpatinya terhadap Prita. Mengapa demikian ? padahal jika kita lihat saat ini media sudah sangat adil dan objektif memberitakan semua kasus yang terjadi di masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat bersimpati pada kasus Prita yaitu, pertama, Prita Mulyasari adalah perempuan dan seorang ibu, masyarakat biasanya lebih bersimpati apabila kasus yang terjadi melibatkan seorang perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan biasanya di identikan dengan kepasrahan dan pihak yang lemah. Kedua, Prita Mulyasari merupakan anggota dari sebuah komunitas online. Komunitas di dunia maya biasanya lebih solidaritas dan cepat tanggap terhadap kasus yang menimpa salah satu anggotanya. Aksi solidaritas itu pun cepat menyebar ke masyarakat lain yang berhubungan dengan dunia maya.
Aksi solidaritas masyarakat terhadap kasus Prita menunjukkan bahwa masyarakat sanggup menjadi penggerak untuk melawan ketidakadilan yang masih terjadi di negara kita. Akan tetapi yang harus kita ingat adalah masyarakat harus membangun solidaritas terhadap sesama dalam semua kasus. Bukan hanya karena kasus itu melibatkan perempuan atau melibatkan anak-anak. Karena pada hakikatnya semua masyarakat di Indonesia tidak memandang kedudukan, jabatan, gender atau status sosialnya berhak mendapat keadilan yang sama di mata hukum. 

ABK : ANDAI MEREKA DAPAT MEMILIH

Setiap pasangan yang berumah tangga pasti mendambakan memiliki keturunan. Namun, apabila keturunan mereka tidaklah sesempurna yang mereka bayangkan, apa yang akan mereka lakukan ? Fakta menunjukkan bahwa ternyata masih banyak keluarga di Indonesia yang belum dapat menerima kenyataan bahwa anak mereka memiliki kelainan, atau biasa disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sebenarnya siapakah ABK itu ? ABK adalah anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, autisme, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan dan anak-anak yang memiliki bakat khusus. Mereka adalah anak dengan kondisi autisme, Celebral Palsy, retardasi mental, ADHD atau hiperaktif, Down Syndrome, kesulitan belajar dan anak berbakat.
                  Berdasarkan riset yang telah dilakukan instansi terkait, kehamilan yang menyebabkan ABK dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, Faktor Keturunan, apabila kita memiliki anggota keluarga yang memiliki kelainan maka besar kemungkinan akan melahirkan keturunan yang demikian pula. Kedua, Maternal Malnutrisi, ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang tidak menjaga pola makan yang sehat, keracunan logam berat atau karena polusi lingkungan sekitarnya. Hal tersebut bisa memicu kerusakan pada plasma inti, kerusakan otak pada waktu kelahiran serta gangguan otak. Lingkungan dan kebudayaan juga akan memberi pengaruh yang sangat besar terutama bila dibesarkan di lingkungan yang buruk, seperti contoh kasus abusive, dimana anak memberi penolakan karena adanya stimulasi ekstrem dari lingkungan.
                  Beberapa keluarga di Indonesia, terutama mereka yang berada di kalangan menengah ke bawah, masih menganggap bahwa memiliki anak-anak berkebutuhan khusus adalah sebuah hal yang memalukan. Mereka merasa tidak menginginkan anak-anak itu karena takut dipergunjingkan oleh masyarakat. Bahkan tidak sedikit yang lebih memilih membuang anak abnormal mereka ke panti asuhan tanpa memperdulikan perasaan anak tersebut. Padahal tidak semua anak berkebutuhan khusus hanya akan menyebabkan kesusahan bagi keluarganya. Banyak dari anak-anak yang tidak normal ini memiliki bakat yang luar biasa. Seperti bermain piano, melukis, dan menggambar. Kemampuan mereka bisa melebihi anak normal pada umumnya asalkan kedua orang tua si anak memberikan dukungan dan perhatian ekstra. Orang tua pun sebaiknya memberikan pendidikan sebaik mungkin agar anak-anak seperti ini di kedepannya dapat lebih mandiri. Karena pada hakikatnya anak-anak ini pun memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya. Di Indonesia sendiri, sekolah khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus sudah banyak tersedia. Terdapat dua macam tempat pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, Pertama Sekolah Luar Biasa (SLB) ialah sekolah yang khusus untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Kedua, Sekolah Inklusi ialah sekolah umum yang menerima anak berkebutuhan khusus dengan pemberian tambahan terapi sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. Para orang tua tidak perlu takut anak mereka tidak mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, karena sudah banyak anak berkebutuhan khusus yang merupakan lulusan dari sekolah luar biasa dapat masuk ke perguruan tinggi favorit di Indonesia dengan prestasi yang cukup memuaskan. Pada dasarnya memberikan pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya akan memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk lebih berprestasi.
                  Anak-anak ini terlahir dengan kondisi yang tidak mereka harapkan. Namun dengan kondisi mereka yang seperti itu, mereka tetap menginginkan kasih sayang yang sama dari orangtua, keluarga serta masyarakat sebagaimana anak-anak normal lainnya. Karena seandainya mereka memiliki pilihan sebelum dilahirkan, tentu mereka akan memilih kehidupan yang normal dan menjadi bagian dari keluarga secara normal. Dan saat ini menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus itu agar mendapat tempat dan pendidikan yang sama dengan anak-anak normal lainnya merupakan tanggung jawab kita bersama. Karena walaupun mereka memiliki kekurangan dalam diri mereka, mereka tetaplah anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus bangsa kita. Penerus cita-cita kita di masa yang akan datang.

"kutipan artikel saya di Majalah Bidan tahun 2010"